Wednesday, June 19, 2019

Resensi Novel Tere Liye "Si Anak Pintar"

KOMUNIKASI BISNIS
RESENSI NOVEL “SI ANAK PINTAR”
KARYA TERE LIYE
BK-4D
Dosen Pengampu: Bernadetta Anita Jerry S, S.E. M.Si

DISUSUN OLEH:
·        MESINA SIMANULLANG (1705071037)
·        STELLA NOVITA MANALU (1705071070)




PROGRAM STUDI PERBANKAN DAN KEUANGAN
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
T.A 2018/2019




IDENTITAS BUKU
Judul Buku          : SI ANAK PINTAR
Penulis                 Tere Liye
Penerbit               : Republika Penerbit
Tahun Terbit        : Cetakan 2, Desember 2018
Jumlah Halaman  : 345 halama
n

Orientasi

Pukat adalah salah satu novel yang bercerita tentang salah satu anak mamak yaitu Pukat. Diantara seluruh anak mamak, Pukat lah yang paling pintar dan cerdas. Novel ini bercerita tentang Pukat dan keluarganya yang mendukung keadilan.

Sinopsis

“Kau bukan Pukat si anak yang pintar… kau lebih dari itu, kau Pukat si anak yang genius.”
Buku ini menceritakan tentang Pukat, si anak paling pintar dalam keluarga. Masa kecilnya dipenuhi petualangan seru dan kejadian kocak, serta jangan lupakan pertengkaran dengan kakak dan adik-adiknya. Tapi apakah dia mampu menjawab teka-teki hebat itu, apakah harta karun paling berharga di kampung mereka?  Dari puluhan buku Tere Liye, serial buku ini adalah mahkotanya.


Analisis

  Paragraf di atas merupakan sinopsis dari novel “Si Anak Pintar” yang ditulis oleh Tere Liye, salah satu penulis ternama di Indonesia. Hampir seluruh novelnya terjual laris dan mendapatkan kategori best seller. Novel ke-3 dari serial anak-anak mamak ini membuat para penggemar Tere Liye penasaran. Dengan cover yang unik membuat para pembaca ingin segera mengetahui isi dari novel tersebut. Pukat yang dididik di dalam keluarga yang super disiplin, memegang teguh nilai-nilai kebaikan, menjunjung tinggi kehormatan keluarga walaupun mereka berada di lingkungan yang jauh dari kota, kabupaten maupun kecamatan. Akan tetapi, anak-anak mamak memiliki cita-cita luar biasa yang tak kalah dengan cita-cita orang kota, mereka diberi pemahaman kehidupan dengan contoh-contoh yang selalu diterapkan oleh mamak dan Bapak (pak syahdan).

  Pukat adalah anak laki-laki tertua dalam keluarga sederhana. Ia yang baru memasuki kelas 5 SD akan tetapi sudah memiliki pemahaman yang baik. Ia anak yang pandai, sering kali menjawab pertanyaan-pertanyan Burlian yang selalu ia tanyakan dimanapun dan kapanpun. Tak hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan Burlian, sering kali ia menggunakan kepandaiannya untuk memecahkan masalah ataupun membantu orang.

  Petulangan pukat dimulai dari pertama kali ia dan Burlian menaiki kereta api, benda yang ia sebut-sebut sebagai ular besi. Banyak hal yang mereka dapatkan, pengalaman yang sangat mengesankan yang akan segera mereka hadapi. Berada di dalam ular besi yang menyenangkan dengan pemandangan hutan dan gunung yang berkelok-kelok indah. Hingga saat-saat penting yang mereka tunggu yaitu melewati terowongan panjang yang teramat gelap. Banyak hal yang terjadi di dalam ular besi tersebut. Salah satunya yaitu karcis Burlian yang hilang, hingga Bapak bertemu dengan kawan lamanya, Sipahutar. Beruntunglah, masalah karcis Burlian yang hilang dapat teratasi karena memang Bapak adalah sahabat dekat Sipahutar.

 Mereka melewati terowongan yang gelap dengan mitos simata merah, Pukat dan Burlian sepakat menutup mata mereka, selang beberapa menit kereta yang mereka tumpangi tiba-tiba terdengar suara letusan senjata yang bersahutan sekaligus kereta berhenti mendadak ditengah-tengah terowongan yang gelap gulita. Ternyata semua ini adalah ulah sekawanan perampok yang hendak menjalankan aksinya di dalam ular besi. Dengan aturan main, 2 orang memegang karung sedang penumpang memberikan semua benda berharganya. Tak seorangpun di dalam kereta api boleh bergerak, jika bergerak maka akan segera dilempar keluar kereta. Di tengah-tengah aksi perampokan Pukat menaburkan bubuk kopi yang berada dipangkuannya, kopi ditaburkan di celana dan sepatu perampok. Hal inilah yang akhirnya membantu polisi untuk menemukan kawanan perampok yang merugikan banyak pihak. Karena kecerdikannya, komandan polisi kagum dengan ide dan aksinya hingga komandan polisi tersebut menjulukinya dengan nama “si anak jenius”.

  Novel yang ditulis oleh Tere Liye ini menceritakan tentang kesederhanaan hidup, memberi pemahaman bahwa untuk mencapai sesuatu yang tinggi ditengah kesederhanaan bukanlah suatu halangan akan tetapi sebuah tantangan, bagimana menghormati cita-cita dengan kejujuran. Contoh kecil yang ada dalam novel ini adalah ketika pukat harus mengambil pulpen yang dibelinya sewaktu anak pemilik warung sedang sakit sehingga pemilik warung mengharuskan menutup warung dan menjaga anaknya. Sang pemilik warung mengizinkan Pukat untuk mengambil sendiri barang yang diperlukannya. Di sekolah ia dikenal sebagai anak yang pintar dan mudah bergaul sehingga ia memiliki banyak teman. Raju menjadi teman karibnya 5 tahun terakhir.. Meski banyak perbedaan pendapat di antara mereka akan tetapi mereka bisa menyelesaikan masalahnya. Salah satu contonya adalah ketika mereka memiliki perbedaan pendapat hingga mereka saling bermusuhan. Saat Pukat memilki shio kambing dan Raju memiliki shio ayam. Pukat paling tidak suka dipanggil dengan sebutan “kambing” dan begitupun dengan Raju, ia sama sekali tidak suka dipanggil dengan sebutan “ayam”. Sebenarnya permasalahan sederhana yang berimbas besar pada persahabatan mereka dipicu dari rasa iri Raju terhadap Pukat, Pukat yang selalu baik dan pandai di mata Pak Bin dan teman-teman. Hingga suatu hari Wak Lihan mengadakan acara pernikahan anaknya hingga mereka bertemu di kedai gulai yang disediakan oleh Wak Lihan. Ketika mereka ditanyai hendak memakan gulai apa yang mereka inginkan mereka menjawab serempak “kambing” jawab Pukat begitu pula “ayam” kata Raju. Begitulah cara unik yang membuat mereka berdamai. Akan tetapi di tengah-tengah kehangatan persahabatan mereka, kampung mereka dilanda bencana banjir besar dan memisahkan dua insan yang telah lama membangun persahabatan.

  Sekalipun Pukat merupakan anak yang baik akan tetapi bukan berarti ia selalu menuruti semua perintah Mamaknya. Ia pernah membantah saat disuruh menghabiskan sarapan. Pukat merasa bosan dengan menu yang hanya nasi dan kecap asin meskipun  Mamaknya sudah mengingatkannya. Kisah kecil ini mengingatkan kita bahwa dalam kondisi apapun kita harus tetap mensyukuri nikmat yang telah diberikan TUHAN.

  Pukat yang selalu penasaran akan hal baru, selalu berusaha mencari tahu teka-teki yang diberikan Wak Yati (kakak ayah Pukat) meskipun ia malas menjawab teka-teki yang diberikan Wak Yati karena teramat sulit untuk dipecahkannya.

  Empat belas tahun kemudian Pukat berhasil menggapai cita-citanya untuk bisa bersekolah di Amsterdam dan ia berjanji akan segera kembali ke kampung halamannya untuk mengabdikan diri serta menjawab teka-teki yang diberikan Wak Yati. Sekalipun Wak Yati sudah jauh berada di alam yang berbeda akan tetapi Pukat akan menjawab teka-tekinya di atas pusaranya.

  Di tengah cerita, penulis menghilangkan tokoh Raju sehingga yang diketahui oleh pembaca adalah Raju sudah meninggal. Tetapi setelah pembaca membaca akhir cerita, muncullah tokoh Raju  yang ternyata ia masih hidup dan menjadi pilot sesuai dengan cita-citanya.


Kelebihan Buku

  Novel ini mampu menyampaikan pesan yang begitu penting pada setiap pembaca. Dengan bahasa yang mudah dipahami dan menggunakan alur maju mundur untuk mengetes tingkat penasaran dan pemahaman pembaca. Penulis menceritakan detail peristiwa dengan begitu alur ceritanya mengalir dan memudahkan pembaca untuk berimajinasi dan menelaah maksud dari apa yang ingin disampaikan oleh penulis.


Kekurangan Buku

  Ada beberapa kata yang berasal dari bahasa Belanda akan tetapi tidak disertai dengan artinya sehingga menyulitkan pembaca untuk mengetahui maksudnya. Walaupun terlihat sangat sedikit, tetapi tetap mempengaruhi pembaca, karena tidak mengerti dengan kata tersebut. Dan di beberapa bagian, ceritanya agak meloncat ke bagian lainnya.


Evaluasi

  Novel ini banyak mengandung pelajaran kehidupan yang hendak disampaikan kepada pembacanya. Seperti,  kita harus menyayangi orang tua kita terutama ibu kita. Karena kita tidak tau betapa kerja kerasnya mereka saat mengasuh kita dan tidak ada seorang ibu yang tega untuk menyakiti darah daging sendiri tanpa alasan yang jelas.

  Nilai moral kedua adalah agar menjaga perkataan yang hendak disampaikan,  karena perkataan dapat menimbulkan prasangka buruk dan dapat menyakiti perasaan orang lain. Novel ini memiliki bahasa yang indah sehingga mudah dipahami oleh si pembaca. Namun sayangnya novel ini terdapat bahasa belanda yang tidak dimengerti oleh si pembaca.